Welcom to my BLOG SUKRON MAULANA

Minggu, 12 Desember 2010

Juventus F.C.

Juventus F.C.

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Juventus F.C.
Icone2.svgIcone2.svg

Logo Juventus baru sejak tahun 2004
Nama lengkap Juventus Football Club S.p.A.
Julukan La Vecchia Signora[1] (Nyonya Tua)
La Fidanzata d'Italia
I bianconeri (Putih - Hitam)
Le Zebre
Didirikan 1 November 1897[2]
Stadion Stadion Olimpiade,[3] Torino
(Kapasitas: 27.500)
Pemilik FIAT Group (Keluarga Agnelli)
Ketua Bendera Italia Andrea Agnelli
Pelatih Bendera Italia Luigi Del Neri
Liga Seri A
2009-10 Seri A, peringkat 7

Seragam tim Seragam tim Seragam tim
Seragam tim
Seragam tim
 
Kostum kandang
Seragam tim Seragam tim Seragam tim
Seragam tim
Seragam tim
 
Kostum tandang
Juventus Football Club (dari bahasa Latin:[4] iuventus: masa muda, diucapkan [juˈvɛntus]), biasa disebut sebagai Juventus dan popular dengan nama Juve, merupakan sebuah klub sepak bola profesional asal Italia yang berbasis di kota Turin, Piedmont, Italia. Klub ini didirikan pada 1897 dan telah mengarungi beragam sejarah manis, dengan pengecualian kejadian musim 2006-2007, di Liga Italia seri-A. Klub ini sendiri merupakan salah satu anak perusahaan dari FIAT Group, yang saat ini dimiliki oleh keluarga Agnelli, dan membawahi perusahaan-perusahaan lain seperti Fiat Automobile, Ducati Corse (termasuk tim balap MotoGP dan WSBK Ducati), tim F1 Scuderia Ferrari, Ferrari Corse, dan Maserati Automobile.
Juventus merupakan klub tersukses dalam sejarah Liga Italia Seri-A dengan raihan 27 gelar juara (Scudetto),[5] dan juga tercatat sebagai salah satu klub tersukses di dunia.[5] Merujuk pada International Federation of Football History and Statistics, sebuah organisasi internasional yang berafiliasi pada FIFA, Juventus menjadi klub terbaik Italia di abad 20, dan menjadi klub terbaik Italia kedua di Eropa dalam waktu yang sama.[6]
Secara keseluruhan, klub ini telah memenangi 51 kejuaraan resmi.[7] Dengan rincian 40 di Italia, dan 11 di zona UEFA dan dunia.[8][9] Sekaligus menjadikannya sebagai klub tersukses ketiga di Eropa, dan keenam di dunia, dengan gelar-gelar dunia yang diakui oleh enam organisasi konfederasi sepak bola, dan tentunya FIFA.[10]
Klub ini menjadi klub pertama Italia dan Eropa Selatan yang berhasil memenangi gelar Piala UEFA (sekarang namanya menjadi Liga Europa).[11] Pada 1985, Juventus menjadi satu-satunya klub di dunia yang berhasil memenangi seluruh kejuaraan piala internasional dan kejuaraan liga nasional,[12] dan menjadi klub Eropa pertama yang mampu menguasai semua kejuaraan UEFA dalam satu musim.[13][14][15]
Juventus juga menjadi salah satu klub sepak bola Italia dengan jumlah fans terbesar[16], dan diperkirakan ada 170 juta orang didunia yang juga menjadi fans Juve.[17] Klub ini menjadi salah satu pencipta ide European Club Association, yang dulu dikenal dengan nama G-14, yang berisikan klub-klub kaya Eropa. Klub ini juga menjadi penyumbang terbanyak pemain untuk tim nasional Italia.
Sejak 2006 klub ini bermarkas di Stadio Olimpico di Torino. Markas lama mereka yaitu stadion Stadio delle Alpi, sedang dalam perombakan besar-besaran yang diperkirakan akan selesai pada awal musim 2011-2012, dimana nanti namanya akan berubah menjadi Juventus Arena.[18]

Sejarah

Foto bersejarah, Juventus FC di tahun 1898.
Juventus didirikan dengan nama Sport Club Juventus pada pertengahan tahun 1897 oleh siswa-siswa dari sekolah Massimo D'Azeglio Lyceum di Turin[19], tetapi kemudian berubah nama menjadi Foot-Ball Club Juventus dua tahun kemudian.[2] Klub ini bergabung dengan Kejuaraan Sepak Bola Italia pada tahun 1900. Dalam periode itu, tim ini menggunakan pakaian warna pink dan celana hitam. Juve memenangi gelar seri-A perdananya pada 1905, ketika mereka bermain di Stadio Motovelodromo Umberto I. Di sana klub ini berubah warna pakaian menjadi hitam putih, terinspirasi dari klub Inggris Notts County.[20]
Pada 1906, beberapa pemain Juve secara mendadak menginginkan agar Juve keluar dari Turin.[2] Presiden Juve saat itu, Alfredo Dick kesal dan ia memutuskan hengkang untuk kemudian membentuk tim tandingan bernama FBC Torino yang kemudian menjadikan Juve vs. Torino sebagai Derby della Mole.[21] Juventus sendiri ternyata tetap eksis walaupun ada perpecahan, bahkan bisa bertahan seusai Perang Dunia I.[20]

[sunting] Raja Italia

Juventus FC di tahun 1903.
Pemilik FIAT, Edoardo Agnelli mengambil alih kendali Juventus pada 1923, dimana kemudian ia membangun stadion baru.[2] Hal ini memberikan semangat baru untuk Juventus, dimana pada musim 1925-26, mereka berhasil menjadi scudetto dengan mengalahkan Alba Roma dengan agregat 12-1. Pada era 1930-an, klub ini menjadi klub super di Italia dengan memenangi gelar lima kali berturut-turut dari 1930 sampai 1935, dibawah asuhan pelatih Carlo Carcano[20], dan beberapa pemain bintang seperti Raimundo Orsi, Luigi Bertolini, Giovanni Ferrari dan Luis Monti.
Juventus kemudian pindah kandang ke Stadio Comunale, tetapi di akhir 1930-an dan di awal 1940-an mereka gagal merajai Italia. Bahkan mereka harus mengakui tim sekota mereka, A.C. Torino.
Setelah Perang Dunia II, Gianni Agnelli diangkat menjadi presiden kehormatan. Klub ini lantas menambah dua gelar seri-A pada 1949–50 dan 1951–52, dibawah kepelatihan orang Inggris, Jesse Carver.
Dua striker baru dikontrak pada musim 1957–58; seorang Wales bernama John Charles dan blasteran Italia-Argentina Omar Sívori, yang bermain bersama punggawa lama seperti Giampiero Boniperti. Musim ini, Juve kembali berjaya di seri-A, dan menjadi klub Italia pertama yang mendapatkan bintang kehormatan karena telah memenangi 10 gelar Liga seri-A. Di musim yang sama, Omar Sivori terpilih menjadi pemain Juventus pertama yang memenangi gelar Pemain Terbaik Eropa. Juve juga berhasil memenangi Coppa Italia setelah mengalahkan ACF Fiorentina di final. Boniperti pensiun di 1961 sebagai top skorer terbaik Juventus sepanjang masa dengan 182 gol di semua kompetisi yang ia ikuti bersama Juventus.
Di era 1960-an, Juve hanya sekali memenangi seri-A yaitu di musim 1966–67. Tetapi pada era 1970-an, Juve kembali menemukan jatidirinya sebagai klub terbaik Italia. Di bawah kepelatihan mantan pemain Juve Čestmír Vycpálek, Juve berhasil menambah dua gelar Seri-A pada musim 1971–72 dan 1972–73, dengan pemain bintang seperti Roberto Bettega, Franco Causio dan José Altafini. Selanjutnya mereka berhasil menambah dua gelar lagi bersama defender Gaetano Scirea. Dan dengan masuknya pelatih hebat bernama Giovanni Trapattoni, Juve berhasil memperpanjang dominasi mereka di era 1980-an.

[sunting] Merajai Eropa

Logo lama Juventus yang digunakan sebelum musim 2004-05.
Era tangan dingin Trapattoni benar-benar membuat seri-A porak poranda di 1980-an.[20] Juve sangat perkasa di era tersebut, dengan gelar seri-A empat kali di era tersebut. Puncaknya adalah pada 1982 dimana Juve menjadi klub seri-A pertama yang berhasil memenangi seri-A sebanyak 20 kali[22], dan itu berarti mereka boleh menambah tanda bintang di kausnya satu kali lagi. Paolo Rossi, salah satu pemain Juve bahkan terpilih menjadi Pemain Terbaik Eropa pada 1982, sesaat setelah berlangsungnya Piala Dunia 1982.[23]
Setelah Rossi, pria Perancis bernama Michel Platini secara mengejutkan berhasil menjadi pemain terbaik Eropa tiga kali berturut-turut; 1983, 1984 dan 1985, dimana sampai saat ini belum ada pemain yang bisa menyamai dirinya. Juventus menjadi satu-satunya klub yang mampu mengantarkan pemainnya menjadi pemain terbaik Eropa sebanyak empat tahun berurutan.[24] Platini juga menjadi bintang saat Juve berhasil menjadi juara Liga Champions Eropa pada 1985 dengan sumbangan satu gol semata wayangnya. Tragisnya, final melawan Liverpool FC dari Inggris tersebut yang berlangsung di Stadion Heysel Belgia, harus dibayar mahal dengan kematian 39 tifoso Juventus akibat terlibat kerusuhan dengan para hooligans dari Liverpool. Sebagai hukuman, tim-tim Inggris dilarang mengikuti semua kejuaraan Eropa selama lima tahun.[25] Diakhir 1980-an, Juve gagal menunjukkan performa terbaiknya, mereka harus mengakui keunggulan Napoli dengan bintang Diego Maradona, dan kebangkitan dua tim kota Milan, AC Milan dan Inter Milan.[20] Pada 1990, Juve pindah kandang ke Stadio delle Alpi, yang dibangun untuk persiapan Piala Dunia 1990.[26]

Era Marcello Lippi

Marcello Lippi, salah satu pelatih sukses Juventus.
Marcello Lippi mengambil alih posisi manajer Juventus pada awal musim 1994-95.[2] Ia lantas mengantarkan Juventus memenangi seri-A untuk pertama kalinya sejak pertengahan 1980-an di musim 1994-95. Pemain bintang yang ia asuh saat itu adalah Ciro Ferrara, Roberto Baggio, Gianluca Vialli dan pemain muda berbakat bernama Alessandro Del Piero. Lippi memimpin Juventus untuk memenangi Liga Champions Eropa pada musim itu juga, dengan mengalahkan Ajax Amsterdam melalui adu penalti, setelah skor imbang 1-1 pada babak normal, dimana Fabrizio Ravanelli menyumbangkan satu gol untuk Juve.[27]
Sesaat setelah bangkit kembali, para pemain Juventus yang biasa-biasa saja saat itu secara mengagumkan bisa mengembangkan diri mereka menjadi pemain-pemain bintang. Mereka adalah Zinedine Zidane, Filippo Inzaghi dan Edgar Davids. Juve kembali memenangi seri-A musim 1996–97 dan 1997–98, termasuk juga Piala Super Eropa 1996[28] dan Piala Interkontinental 1996.[29] Juventus juga mencapai final Liga Champions di musim 1997 dan 1998, tetapi mereka kalah oleh Borussia Dortmund (Jerman) dan Real Madrid (Spanyol).[30][31]
Setelah dua musim absen karena dikontrak oleh Inter Milan (dan gagal), Marcello Lippi kembali ke Juventus di awal 2001. Pria penyuka cerutu ini lantas membawa beberapa pemain biasa, yang kembali ia berhasil sulap menjadi pemain hebat, diantaranya Gianluigi Buffon, David Trézéguet, Pavel Nedvěd dan Lilian Thuram, dimana para pemain tersebut membantu Juve kembali memenangi dua gelar seri-A di musim 2001-02 dan 2002-03. Juve juga berhasil maju kembali ke final Liga Champions, sayangnya mereka kalah oleh sesama tim Italia lain, AC Milan. Tahun berikutnya, Lippi diangkat menjadi manajer timnas Italia setelah bersaing ketat dengan Fabio Capello, dan mengakhiri eranya sebagai pelatih terbaik Juventus di era 1990-an dan awal 2000-an.[22]

Saat ini

Fabio Capello (foto saat masih menjadi pemain Juventus tahun 1973) yang sempat menjadi pelatih Juventus di tahun 2004-2006.
Mantan pemain Juventus era 1970-an, Fabio Capello diangkat menjadi pelatih Juve pada 2004. Ia membawa timnya menjuarai dua musim seri-A di musim 2004-05 dan 2005-06. Sayangnya, di Mei 2006 Juve ketahuan menjadi salah satu klub seri-A yang terlibat skandal pengaturan skor bersama AC Milan, AS Roma, SS Lazio, dan ACF Fiorentina. Juve terkena sanksi berat, dimana mereka terpaksa di degradasi ke seri-B untuk pertama kali dalam sejarah. Dua gelar yang dibawa Capello juga harus direlakan untuk dicabut.[32]
Dibawah manajer muda Perancis, Didier Deschamps dan para pemain setia seperti Gianluigi Buffon dan Pavel Nedved, Juve menjadi tim super di seri-B dan dengan hasil sebagai juara seri-B untuk pertama kalinya, Juve kembali ke seri-A pada musim 2007-08. Claudio Ranieri[33] diangkat menjadi pelatih Juve setelah Deschamps berseteru soal bayaran gaji. Sayangnya usia Ranieri juga tidak berlangsung lama setelah ia gagal membawa Juve juara di musim 2008-09.[34] Mantan pemain Juve lain, Ciro Ferrara mulai bertugas menangani Juve di dua pertandingan akhir musim 2008-09 dan melanjutkan posisinya untuk musim 2009-10.[35] Namun Ferrara pun tidak bisa bertahan lama, karena di bulan Januari 2010 ia gagal membawa Juve berprestasi lebih baik setelah kandas di babak penyisihan grup Liga Champions. Ia pun akhirnya digantikan oleh Alberto Zaccheroni. Zaccheroni menangangi Juventus sampai akhir musim 2009-10 dan kemudian ia digantikan oleh Luigi Del Neri.

Warna, logo, dan julukan

Vincenzo Iaquinta, dengan kostum Juventus tahun 2008-09.
Juventus telah bermain memakai kostum berwarna hitam dan putih ala zebra sejak tahun 1903. Aslinya, Juve bermain memakai kostum berwarna pink, tetapi karena satu dan lain hal, salah satu pemain Juve malah tampil dengan pakaian belang. Akhirnya Juve memutuska untuk beralih kostum menjadi belang hitam-putih.[36]
Juventus lantas menanyakan pada pemain yang memakai baju belang tersebut, yaitu orang Inggris bernama John Savage, apakah ia bisa mengontak teman-temannya di Inggris yang bisa menyuplai kostum Juve dengan warna tersebut. Ia lantas menghubungi temannya yang tinggal di Nottingham, yang menjadi supporter Notts County, untuk mengirim kostum belang hitam-putih ke Turin, dan temannya tersebut menyanggupinya.[36]
Logo resmi Juventus Football Club telah mengalami berbagai perubahan dan modifikasi sejak tahun 1920. Modifikasi terakhir adalah pada musim 2004-05. Dimana saat itu mereka mengubah logo menjadi oval, dengan lima garis vertical, dan banteng yang dibentuk dalam sebuah siluet. Dahulu sebelum musim 2004-05, Juve memiliki sebuah symbol berwarna biru (yang merupakan symbol lain dari kota Turin). Selain itu ditambahkan juga dua bintang yang menggambarkan mereka sebagai satu-satunya klub yang mampu memenagi gelar seri-A 20 kali. Sementara di era 1980-an, logo Juve lebih banyak dihiasi dengan siluet seekor zebra, menggambarkan mereka sebagai tim zebra kuat di seri-A.
Dalam perjalanan sejarahnya, Juve telah memiliki beberapa nama julukan, la Vecchia Signora[1] (the Old Lady dalam bahasa Inggris atau "si Nyonya Tua" dalam bahasa Indonesia) merupakan salah satu contoh. Kata "old" (tua) merupakan bagian dari nama Juventus, yang berarti "youth" (muda) dalam Latin.[4] Nama ini diambil dari usia para pemain Juventus yang muda-muda di era 1930-an. Nama "lady" (nyonya) merupakan bagian dari sebutan para tifoso ketika memanggil Juve sebelum era 1930-an. Klub ini juga mendapat julukan la Fidanzata d'Italia (the Girlfriend of Italy dalam bahasa Inggris atau "Pacar Italia" dalam bahasa Indonesia), karena selama beberapa tahun, Juve selalu memasok pemain baru dari daerah selatan Itala seperti dari Naples atau Palermo, dimana selain bermain sebagai pemain sepak bola, mereka juga bekerja untuk FIAT sejak awal 1930-an. Nama lain Juve adalah: I Bianconeri (the black-and-whites, atau Si Belang) dan Le Zebre (the zebras[37], atau Si Zebra) yang merujuk pada warna kostum Juventus.

Stadion

Stadion Olimpiade Torino, kandang Juventus dari 1933 sampai 1990.
Setelah dua musim perdana mereka (1897 dan 1898), dimana Juve bermain di Parco del Valentino dan Parco Cittadella, pertandingan-pertandingan selanjutnya di gelar di Piazza d'Armi Stadium sampai 1908, kecuali di 1905 saat nama Scudetto diperkenalkan untuk pertama kali, dan di 1906, dimana Juve bermain di Corso Re Umberto.
Dari 1909 sampai 1922, Juve bermain di Corso Sebastopoli Camp, dan selanjutnya mereka pindah ke Corso Marsiglia Camp dimana mereka bertahan sampai 1933, dan memenangi empat gelar liga. Di akhir 1933 mereka bermain di Stadion Mussolini yang disiapkan untuk Piala Dunia 1934. Setelah PDII, stadion tersebut berganti nama menjadi Stadion Comunale Vittorio Pozzo. Juventus memainkan pertandingan kandangnya di sana selama 57 tahun dengan total pertandingan sebanyak 890 kali.[38] Sampai akhir Juli 2003 tempat tersebut masih dipakai sebagai sempat latihan Juve yang resmi.[39]
Dari tahun 1990 sampai akhir musim 2005-06, Juve menggunakan Stadion Delle Alpi, sebagai kandang mereka yang aslinya dibangun untuk Piala Dunia 1990, sesekali Juve juga menggunakan stadion lain seperti Renzo Barbera di Palermo, Dino Manuzzi di Cesena dan San Siro di Milan.[39]
Agustus 2006 Juve kembali bermain di Stadion Comunale, yang sekarang dikenal dengan nama Stadion Olimpiade, setelah Stadion Delle Alpi dipakai dan kemudian direnovasi untuk Olimpiade Musim Dingin Turin 2006.
Pada November 2008 Juventus mengumumkan bahwa mereka akan menginvestasikan dana sebesar €100 juta untuk membangun stadion baru di bekas lahan Stadion Delle Alpi. Berbeda dengan Delle Alpi, stadion baru Juve ini tidak menyertakan lintasan lari, dan jarak antara penonton dengan lapangan hanya 8,5 meter saja, mirip dengan mayoritas stadion di Inggris, dimana kapasitasnya diperkirakan akan berisi 41.000 kursi. Pekerjaan ini dimulai pada musim semi 2009, dan diperkirakan akan selesai pada awal musim 2011-12. [40]

[sunting] Pendukung

Tifosi Juventus dalam sebuah pertandingan.
Juventus merupakan salah satu klub sepak bola dengan jumlah pendukung terbesar di Italia, dengan jumlah tifoso hampir 12 juta orang[17] (32.5% dari total tifosi bola di Italia), merujuk pada penelitian yang dilakukan pada Agustus 2008 oleh harian La Repubblica,[16] dan merupakan salah satu klub dengan jumlah supporter terbesar di dunia, dengan jumlah fans hampir 170 juta orang[17] (43 juta orang di Eropa),[17] selebihnya ada di Mediterrania, yang kebanyakkan diisi oleh imigran Italia.[41] Tim Turin ini juga mempunyai fans club yang cukup besar di seluruh dunia, salah satunya di Indonesia melalui Juventini Indonesia.[42]
Tiket-tiket pertandingan kandang Juve memang tidak selalu habis setiap kali Juve bertanding di seri-A atau Eropa, kebanyakkan fans Juve di Turin mendukung tim kesayangan mereka lewat bar-bar atau restoran. Di luar Italia, kekuatan supporter Juventus sangatlah kuat. Juve juga sangat popular di Italia Utara dan Pulau Sisilia, dan menjadi kekuatan besar saat Juve bertanding tandang,[43] lebih dibandingkan para pendukung di Turin sendiri.
Untuk kawasan Indonesia sendiri sejak awal musim 2006-07 sudah berdiri sebuah komunitas khusus bagi para penggemar Juventus, dengan nama Juventus Club Indonesia (JCI). Komunitas ini kemudian diakui sebagai satu-satunya fans club resmi Juventus untuk Indonesia pada awal musim 2008-09 setelah hampir tiga tahun berjuang untuk mendapatkan lisensi dari pihak Juventus Italia.[44][45]

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Juventus_F.C.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar